Halaman

Minggu, 29 November 2009

”Perkembangan Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pada Masa Islam (1500-1800 M)”

A.PERKEMBANGAN EKONOMI

Pada masa Islam, kegiatan perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah maju dengan pesat. Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi biasanya dilakukan adalah fakta yang menguatkan hal itu. Berbagai bandar itu tidak hanya disingahi oleh pedagang prbumi, tapi juga oleh pedagang asing/mancanegara. Pedagang dari mancanegara umumnya berasal dari arab, persia, China, bahkan dari Eropa.
Pedagang dari arab memperjualkan permadani, kain-kain, dyl. Uniknya, pedagang dari arab seringkali membentuk komunitas Arab yang dikenal dengan nama kampung Arab. Sering dijumpai kampung ini terletak di daerah pesisir. Namun tak jarang kampung ini juga dibentuk di daerah yang jauh dari garis pantai, dan cenderung dekat dengan pusat kota yang ramai.
Sama halnya dengan pedagang dari Arab, pedagang dari Persia pun melakukan kegiatan perdagangan di daerah pelabuhan serta di daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Dan untuk barang-barang yang dijual oleh pedagang dari Persia, hampir sama dengan pedagang asal Arab. Barang-barang itu meliputi sorban, kain-kain permadani, dyl. Perbedaan dengan pedagang Arab adalah pedagang Persia tidak mebentuk komunitas tersendiri, yang dapat menyatukan mereka dalam suatu wadah tersendiri.
Tidak kalah dengan dua bangsa asal Asia Barat, pedagang asal China di Indonesia pun mampu memberikan perannya dalam memajukan perdagangan di Indonesia. Dari segi etos kerja, pedagang China pun sangat baik. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya pedagang China yang sukses pada masa itu serta mampu menempati posisi yang tinggi dalam kegiatan perdagangan. Dan guna menyatukan komunitas mereka serta melancarjan kegiatan perdagangan mereka, mereka pun membentuk komunitas tersendiri yang dikenal dengan kampung China atau ”Pecinan”. Untuk barang-barang diperjualkan oleh pedagang China meliputi guci, keramik, sutera, kertas, dyl.
Berbeda dengan ketiga pedagang Asia di atas, yang datang sejak awal perkembangan Islam, atau bahkan jauh sebelum itu. Kedatangan pedagang Eropa ke nusantara terjadi pada saat Islam sudah mulai memasuki masa keemasan di bumi Indonesia, yang dibuktikan dengan semakin banyaknya kerajaan bercorak Islam. Bangsa Eropa datang jauh-jauh dari Eropa karena Konstantinopel yang saat itu jatuh ke Turki Usmani, tertutup bagi orang Eropa. Karena hal inilah, yang kemudian memaksa mereka untuk mencari sendiri kebutuhan pokok mereka yang salah satunya adalah rempah-rempah. Dan perjalanan mereka untuk mencari rempah-rempah sendiri ke daerah timur dipelopori oleh Ferdinand de Magelhans (asal Portugis).
Antara Islam dan perdagangan merupakan suatu keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Banyak sekali contoh yang menyebutkan bahwa dalam perdagangan, disebarkan pula agama Islam atau perdagangan di Indonesia dilakukan oleh pedagang Islam. Perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan kontribusi pedagang-pedagang Islam. Misalnya pedagang Islam asal Arab, Gujarat, bahkan China. Perkembangan ini dari mulai ujung barat Indonesia (Aceh) sampai Indonesia timur, termasuk berhasil masuk dan berkembang di pulau rempah-rempah (Maluku). Para pedagang Jawa dan Melayu yang beragama Islam menetap di pesisir Banda, tetapi tidak ada seorang raja pun di sana, dan daerah pedalaman masih non-muslim. Ternate, Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja Muslim. Penguasa-penguasa Tidore dan Bacan memakai gelar India ’raja’, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar ’Sultan’, dan raja Tidore telah memakai nama Arab ”al-Manshur”.
Keseluruhan bukti di atas memberi suatu gambaran umum mengenai perkembangan ekonomi pada abad XIII hingga awal abad XVI. Derah-daerah yang paling penting atau menjadi jalur perdagangan Intenasional meliputi pesisir-pesisir Sumatera di selat Malaka, semenanjung Malaya, pesisir utara Jawa, Brunei, Sulu, dan Maluku. Menurut Tome Pires, tidak semua daerah perdagangan yang penting telah memeluk Islam, misalnya Timor dan Sumba yang menghasilkan kayu cendana tetapi masih tetap non-Islam. Adanya perdagangan internasional hanya memberi sedikit penjelasan mengapa sudah ada bangsawan-bangsawan yang beragama Islam di Istana Majapahit pada abad XIV, atau mengapa Trengganu merupakan daerah Malaya pertama tempat Islamisasi berlangsung. Meskipun demikian, tampaknya memang ada kaitannya antara perdagangan dengan Islam.


B.PERKEMBANGAN SOSIAL

Syiar agama Islam, serta penyebarannya di Indonesia begitu cepat dan cepat. Salah satu faktor pendukungnya adalah adanya beberapa aspek sosial dalam ajaran Islam yang tidak memberatkan serta cocok dengan masyarakat Indonesia. Aspek-aspek itu meliputi1). ajarannya sederhana, 2.) syaratnya mudah, 3.) tidak mengenal kasta, 4.) upacara-upacara keagamaan sangat sederhana, serta 5.) Disebarkan melalui jalan damai.
Kesederhanaan ajaran agama Islam menjadikan agama Islam sebagai agama yang sangat mudah dimengerti sehingga dapat diterima oleh setiap orang yang sedang mempelajarinya. Salah satu buktinya adalah Islam mengatur setiap aktivitas manusia, bahkan dari yang terkecil misalnya berdo’a sebelum masuk kamar mandi. Selain itu, dalam perwujudan Tuhan Allah yang jelas-jelas tidak dapat diserupakan dengan makhluk apapun di dunia ini sangat masuk akal, karena Tuhan tidak sama dengan yang diciptakan-Nya. Ajaran islam pun tidak memberatkan. Misalnya ada seorang umatnya yang dalam perjalanan jauh (lebih dari 80 KM), maka shalat atau ibadahnya bisa diringkas, atau dalam ustilah lain diqodo’.
Syarat pokok untuk menjadi seorang muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Isi dari kedua kalimat syahadat itu adalah pengakuan atau kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, serta kesaksian bahwa Muhammad utusan Allah. Tidak diperlukan upacara khusus, misal penyediaan benda-benda upacara, tidak memerlukan biaya mahal, cukup lewat lisan dan dimantabkan dalam hati. Hal inilah yang membuat banyak orang yang berduyun-duyun masuk agama Islam dikarenakan syaratnya yang mudah dalam memeluknya.
Dalam ajaran Islam, tidak mengenal kasta, yaitu penggolongan pemeluk agama berdasarkan derajat atau status sosial. Semua orang, semua pemeluk dalam agama ini dipandang sama status derajatnya. Yang membedakan adalah tingkat ketaqwaaan dan amal ibadah mereka di hadapan Allah SWT. Oleh sebab itu, ajaran agama Islam lebih menarik bagi rakyat biasa, yang justru lebih besar jumlahnya.
Upacara-upacara keagamaan (ritual) dalam ajaran Islam sangat sederhana. Dalam melaksanakan ritual keagamaan, pemeluk agama Islam tidak pernah melakukan hal-hal yang rumit misalnya sesaji. Tidak ada korban yang harus dipersembahkan pada Sang Pencipta. Karena pada dasarnya agama ini hanya memberikan yang mudah saja pada pemeluknya. Ibadah shalat lima (5) waktu dalam sehari tidaklah terlalu sulit karena syarat melakukannya pun mudah (suci tempat, baju yang dikenakan, dan suci diri setelah melakukan wudlu.)
Ajaran Islam disebarkan melalui jalan damai/Penetration Pacific, antara lain melalui akulturasi dan asimilasi kebudayaan, melalui kesenian daerah setempat, tidak dilakukan dengan peperangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan ditemukan bukti-bukti arkeologis dan Etografis, yang menunjukkan bahwa Islam telah dianut oleh anggota kerajaan (dari batu nisan Islam yang berlambang kerajaan). Bukti lain adalah pada tahun 1357 M, tatkala terjadi peristiwa Bubat (dalam Kidung Sundayana) dinyatakan bahwa prajurit sunda di ibukota Majapahit melewati sebuah masjid. Selain itu, menurut berita Cina dari Ma Huan, menyatakan bahwa pada tahun 1416 M penduduk Majapahit terbagi atas 3 kelompok yakni :
1.Orang Islam
2.China (Mahzab Hanafi)
3.Penduduk asli (penyembah berhala)
Dalam bukunya ”Suma Oriental”, Tome Pires yang merupakan ahli obat-obatan dari Lisbon, menyebutkan bahwa pada waktu itu (abad XV), sebagian besar raja-raja Sumatera beragama Islam, tetapi masih tetap ada negeri-negeri yang belim menganut Islam. Contoh daerah yang telah memeluk Islam adalah Aceh di sebelah utara terus menusur daerah pesisir timur sampai Palembang. Sedangkan contoh daerah yang belum memeluk Islam adalah daerah Jawa Barat yang berbahasa Sunda, dan malah cenderung memusuhi Islam. Daerah yang dimaksud Pires adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan Pajajaran.
Bukti lain yang tak terbantahkan adalah ditemukannya batu-batu nisan dari abad XIV yang berasal dari Trowulan (makam putri Campa, permaisuri dari raja Kertawardhana) dan Troloyo memberi kesan bahwa istana Hindu-Budha dapat atau paling tidak kadang-kadang bersikap toleran terhadap adanya orang-orang muslim di lingkungannya. Tidak hanya di lingkunagan kerajaan. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang berangka tahun 1419 M, menunjukkan bahwa agama Islam juga menyebar melaui pelabuhan.
Dan untuk memudahkan dalam penyebarannya, maka dilakukanlah Asimilasi, akomodasi, maupun akulturasi. Proses asimilasi, akulturasi, dan akomodasi itu terus berlangsung sampai lama sesudah sebagian penduduk Jawa memeluk agama Islam secara nominal, dan telah menyebabkan agak berbedanya corak Islam Jawa dan Islam Malaya atau Sumatera.

C.PERKEMBANGAN BUDAYA
Pada masa perkembangan Islam di nusatara, juga terjadi kemajuan dari segi budayanya. Ditemukannya naskah-naskah Islam ataupun sastra-sastra Islam yang bisa menjadi salah satu sumber sejarah perkembangan Islam di Indonesia serta menambah khazanah budaya Islam pada masa itu adalah fakta pendukungnya. Mulai dari Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, Babad Tanah Jawi, Sejarah Banten, Primbon, Suluk, Tajusalatin, dyl. Karya-karya sastra ini semakin menyebar setelah masa Majapahit, karena pusat kebudayaan tersebar ke seluruh nusantara yang merupakan perpaduan budaya Indonesia asli, Hindu-Budha, dan Islam.
Hikayat Raja-Raja Pasai merupakan salah satu sumber yang berisi cerita-cerita kuno, namun sebagian besar isinya hanya dikenal dalam versi-versi dari abad XVIII dan XIX. Naskahnya berbahasa Melayu, tetapi disalin di Demak pada tahun 1814. Buku ini menceritakan bagaimana Islam masuk ke Samudra, daerah pertama yang menjadi tempat berdirinya sebuah kerajaan Islam (Samudera Pasai).
Sejarah Melayu merupakan naskah lainnya yang berbahasa Melayu, yang dikenal dalam beberapa versi, dan salah salah satunya ditulis oleh Abdul Kadir Munsi pada tahun 1612. Satu naskah memuat angka tahun 1021 H (1612 M), tetapi naskah ini hanya ada dalam salinan dari awal abad XIX. Seperti halnya cerita tentang masuknya Samudra ke dalam agama Islam yang diceritakan dalam Hikayat Raja-raja Pasai, naskah ini berisi suatu kisah mengenai masuknya raja Malaka ke dalam agama Islam.
Babad Tanah Jawi merupakan judul umum yang mencakup sejumlah besar naskah berbahasa Jawa yang beraneka ragam susunan dan uraiannya, dan tak satu pun naskah terdapat dalam salinan dari masa sebelum abad XVIII. Naskah ini bersifat makro, yang menceritakan sejarah zaman tertua sampai abad XVIII, yang terdiri atas dua puluh (20) versi. Babad tanah Jai yang asli ditulis oleh Tumenggung Tirta Wiguna yang saat itu bernama Carik Bajra (1719), yang merupakan bagian hikayat dunia. Bersamaan dengan itu terjadi suksesi Jawa pada 1719-1723 antara putra Pakubuwono I. Karena pada kasus ini, legitimasi Mataram adalah Babad (oleh Pakubuwono IV, putra Pakubuwono I). Naskah-naskah ini mengacu pengislaman yang pertama di antara orang-orang Jawa pada pekerjaan sembilan orang suci (wali songo), namun nama-nama dan hubungan-hubungan di antara kesembilan orang itu berbeda-beda dalam berbagai kisah.
Sejarah Banten merupakan naskah berbahasa Jawa lainnya yang berisi cerita-cerita tentang pengislaman. Sebagian besar naskah kronik ini berangka tahun akhir abad XIX, tetapi dua buah naskah merupakan salinan dari yang asli yang ditulis dalam tahun 1730-an dan 1740-an. Seperti halnya dongeng-dongeng di dalam babad tanah Jawi, termuat banyak peristiwa ghaibdi dalamnya, namun karya tulis ini tidak menggambarkan pengislamannya secara jelas, dan tidak ada penekanan pada pengucapan dua kalimat syahadat, pengkhitanan, dyl.
Primbon (buku penuntun) berisi catatan-catatan yang dibuat oleh seorang murid atau lebih dari seorang ulama. Pada masa-masa selanjutnya, primbon identik dengan ramalan-ramalan mengenai nasib seseorang berdasarkan tanggal kelahirannya, dyl. Salah satu pembuat primbon tersohor adalah Sultan Agung, raja besar dari kerajaan Mataram Islam.
Selain beberapa sastra di atas, terdapat pula sastra-sastra lainnya. Sastra-satra tersebut adalah Tajusalatin oleh Nurudin Ar-Raniri, Kidung, Shraf al-Asiqin (minuman yang memabukkan) oleh Hamzah Fansuri , dan Asrar al-Aliqi (cermin bagi orang arif) oleh Syamsudin As-Sumatrani, serta sastra yang digunakan sebagai sumber sejarah yakni Puja Sastra dan Pura Sastra. Puja sastra adalah karya sastra yang dipakai untuk memuja raja saat itu (kultus Dewa Raja). Sedangakan Pura Hita adalah pendeta istana yang bertugas menjaga, merawat, dari para Raja. Dalam kerajaan Astina pura, Hita adalah Durna dan Bisma.
Selain adanya bukti kemajuan sastra-sastra Islam di atas, hal yang yang menyangkut dengan budaya Islam pada masa itu adalah bukti yang jelas mengenai kecenderungan mistis dalam Islam di Indonesia, yang diwujudkan dengan adanya ajaran Tasawuf. Kaum sufilah yang menjadi alat utama dalam islamisasi. Pendukung utama argumen ini adalah A.H. Johns. Dia menjelaskan bahwa pengislaman di Indonesia bersamaan dengan kurun waktu ketika paham sufi telah mulai mendominasi dunia Islam (setelah kejatuhan Baghdad ke tangan Mongol pada tahun 1258). Ajaran tasawuf ini salah satunya diajarkan oleh Sunan Bonang, yang juga telah menulis ”Suluk” yang menghasilkan buku karya Sunan Bonang atau Hade Book van Bonang.
Pada zaman Islam, karya-karya sastra itu mengandung unsur fiktif yang menjadi kepercayaan pada masa itu (selain sejarah sebagai isinya). Fiktif ini dibatasi dalam lingkup budaya. Unsur-unsur fiktif ini meliputi mitos, legenda, simbolisme, tafsir mimpi, genealogo/keturunan, pamali/larangan, dan kutukan. Pada akhirnya aspek-aspek imajinatif ini fungsinya adalah sebagai alat legitimasi.
Walaupun Islam hanya mempunyai dampak yang sangat terbatas terjadap falsafah Jawa, tetapi agama ini telah menyebabkan terjadinya pergeseran budaya dalam kehidupan masyarakat Jawa, misalnya semua orang Jawa yang memeluk agama Islam akhirnya melakukan khitanan dan penguburang sebagai pengganti uapacara-upacara keagamaan Hindu-Budha, seperti pembakaran mayat. Dengan demikian, masuknya seseorang ke dalam komunitas kegamaan yang baru ini ditandai secara jelas. Di Bali, karena sebab-sebab yang tidak jelas, kendala-kendala budaya tidak dapat diataso dan Bali tetap Hindu sampai kini. Di semua daerah Indonesia, Islamisasi adalah awal, bukan akhir dari suatu proses perubahan yang penting. Tujuh abad kemudian, proses ini tetap berlangsung.




D.ANALISIS KESIMPULAN

Dalam awal perkembangan Islam, berbagai perubahan dan kemajuan telah dicapai di Indonesia. Dari kemajuan dalam bidang Ekonomi, sosial, dan budaya. Masing-masing ketiga aspek ini sangat mempengaruhi kemajuan peradaban di Indonesia. Tidak hanya di daaerah pesisir, kemajuan juga terjadi di daerah pedalaman, yang biasanya menjadi pusat pemerintahan kerajaan.
Pada masa Islam, kegiatan perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah maju dengan pesat. Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi biasanya dilakukan adalah fakta yang menguatkan hal itu. Gresik, Tuban, Surabaya, Makasar, Pasai, adalah salah satu sedikit contoh pelabuhan internasional yang maju pada masa itu.
Syiar agama Islam, serta penyebarannya di Indonesia begitu cepat dan cepat. Salah satu faktor pendukungnya adalah adanya beberapa aspek sosial dalam ajaran Islam yang tidak memberatkan serta cocok dengan masyarakat Indonesia. Aspek-aspek itu meliputi1). ajarannya sederhana, 2.) syaratnya mudah, 3.) tidak mengenal kasta, 4.) upacara-upacara keagamaan sangat sederhana, serta 5.) Disebarkan melalui jalan damai.
Pada masa perkembangan Islam di nusatara, juga terjadi kemajuan dari segi budayanya. Ditemukannya naskah-naskah Islam ataupun sastra-sastra Islam yang bisa menjadi salah satu sumber sejarah perkembangan Islam di Indonesia serta menambah khazanah budaya Islam pada masa itu adalah fakta pendukungnya.
Pada akhirnya ketiga aspek di ataslah yang mendukung penyebaran dan perkembangan Islam di Indonesia, sehingga mengalami peningkatan yang cukup pesat, dan sekarang telah dianut oleh sebgaian besar masyarakat Indonesia.

1 komentar:

Cari Blog Ini